Selasa, 28 Oktober 2008 0 komentar By: Lisha

"Sepasang Sepatu untuk Abah"



By : Annisa Corin
Kalau ada orang yang bertanya kepadaku, ”Siapakah orang yang paling berarti dalam kehidupanmu?” Maka dengan lantang akan aku jawab, ”Abah.”
Betapa tidak? Abah adalah pohon yang selalu menjadi pelindungku. Menjadi badut saat aku membutuhkan tawa. Sekaligus menjadi sesosok ibu yang terus menyirami kehidupanku dengan kasih sayang. Ibu yang tidak pernah aku kenal.
Namaku Sri. Tapi abah lebih sering memanggilku Nok atau Sinok. Panggilan khas di daerahku untuk sebutan anak perempuan kecil.
Setiap sore aku menemani abah menjala ikan di pinggir laut kemudian kami menjualnya ke pasar pagi harinya sebelum aku berangkat sekolah.
Selesai berjualan, abah selalu mengantarku ke sekolah dengan berjalan kaki. Kami berjalan bergandengan tangan. Tangan abah begitu kuat dan telapak tangannya kasar. Tapi bagiku, terasa lembut olehku. Gerbang sekolah sudah ada di depan kami.
Brukkk …
Tiba-tiba buku, pensil, penggaris semuanya tumlek*. Tali tasku putus. Padahal kemarin resletingnya juga baru rusak. Aku hampir menanggis.
Dengan cekatan abah memunguti semua peralatan sekolahku.
“Nok, ndak usah nangis ya ...” Tangan abah dengan lembut mengusap air mata yang mulai mengalir di pipiku.
“Bah, terus gimana sekarang?”
“Besok abah belikan tas yang baru. Sekarang Sinok masuk ke sekolah dulu dengan tas ini.”
Sesaat kemudian aku tersenyum.
Maturnuwun, Abah. Sri ndak perlu tas baru kok. Sri tahu, Abah ndak punya uang. Uang hasil penjualan ikan tadi sebenarnya mau abah pake untuk membeli genting rumah kita kan? Abah tenang aja. Sri ndak pa-pa pake tas ini. Daripada tiap malam kita harus nampung air hujan di ruang tamu karena genting rumah kita sudah bocor, hi … hi …”
Sekarang aku tertawa lebih keras. Aku merasa geli kalau ingat itu. Ember berjejeran di ruang tamu untuk menampung air hujan yang turun sepanjang pekan ini. Bergantian kami membuang airnya di kamar mandi. Kalau sudah capek kami sama-sama tertidur di kursi.
...
Siang ini cuaca sangat panas. Aku berjalan bersama Icha, sahabatku. Dia cantik. Rambutnya selalu dikucir dengan model yang berbeda-beda tiap hari, dihiasi pita beraneka warna. Icha memang anak orang kaya. Tapi ndak sombong dan suka ngasih coklat sama aku. Hmm … rasanya enak banget.
Ke sekolah selalu diantar Bik Inah, pembantunya pake mobil. Tapi kalau pulang biasanya dia ndak mau di jemput di sekolah, melainkan di rumahku. Sepulang sekolah biasanya kami berlari-lari di pinggir pantai yang berada persis di depan rumahku. Bermain di bawah pohon kelapa dengan ayunan yang terbuat dari jaring. Karena nyamannya, kadang kami sampai tertidur di ayunan itu. Angin sepoi-sepoi membuat tidur kami semakin pulas. Sore harinya dia baru pulang setelah bik Inah datang dengan sopirnya.
“Sri, jangan lupa besok sore kamu ikut aku beli kado buat hadiah ulang tahun papa ya ...”
“He em ...” Aku hanya menganggukkan kepalaku. Sesaat kemudian Icha sudah berlalu dari hadapanku di iringi bik Inah di belakangnya.
Kulihat abah sedang menjala di tengah laut dengan kapal kecil milik kami.
...
Kemarin aku mengantar Icha keliling kota. Icha membeli kado buat papanya berupa sepasang sepatu. Baguuus banget.
Aku sedang merenung di pinggir pantai ketika abah pulang.
“Ada apa, Nok? Kok ngelamun dari tadi. Sinok sakit?” Aku hanya menggeleng.
Abah tidak tahu kalau aku juga pingin memberi abah sepasang sepatu seperti yang Icha berikan ke papanya. Pekan depan abah juga berulang tahun. Tapi masalahnya aku ndak punya uang sebanyak yang Icha punya.
“Oya, aku lupa. Aku kan punya uang di celengan.” Tiba-tiba aku ingat. Kemudian aku berlari menuju ke gubug kami. Sebelumnya, kucium kening abah. Kulihat abah tersenyum.
...
“Cha, temani aku ke toko sepatu yang kemarin yuk. Aku pengin beli sepatu buat abah. Hari ini kan abah ulang tahun.” Icha mengangguk. Kemudian kami pergi ditemani pak Paimin, sopirnya .
Sesampai di toko, aku langsung memilih sepatu yang sama seperti kemarin, tapi dengan warna lain. Aku tahu abah paling suka dengan warna coklat.
Di depan kasir, kuserahkan celenganku di tambah uang jajan yang aku kumpulkan dalam seminggu ini. Kulihat mbak kasir itu melompong sementara Icha dan pak Paimin tertawa.
“Apanya yang aneh?” Pikirku.
“Dik, sepatu ini harganya seratus lima puluh ribu. Jadi uang adik nggak cukup bahkan kurangnya masih terlalu banyak.”
“Yang di celengan kan masih ada. Uang Sri di dalamnya banyak kok. Lihat, celengannya penuh uang kan?”
“Iya, Mbak.” Kali ini Icha ikut nimbrung. Kemudian kupecahkan celengan dari tanah liat berbentuk ayam jago kesayanganku itu.
Setelah kukumpulkam dan kuhitung ternyata hanya terkumpul lima puluh ribu. Total semuanya tujuhpuluh lima ribu dengan uang jajanku.
“Cha, gimana ini. Uangku ndak cukup. Padahal aku pingen banget membelikan abah sepatu itu. Kasihan abah. Beliau ndak pernah pake sepatu karena memang ndak punya.” Aku sedih banget.
“Sudahlah Sri. Kamu nggak usah nangis. Aku ada uang limapuluh ribu, ini kamu pake aja.”
“Makasih ya Cha. Tapi tetap masih kurang.”
“Pak Paimin bawa uang nggak? Icha pinjam dulu duapuluh lima ribu. Nanti Icha ganti di rumah.” Beberapa saat kemudian pak Paimin juga menyerahkan beberapa lembar uang.
“Mbak di bungkus sekaliannya ya, soalnya sepatu ini untuk kado abahnya Sri.”
Mbak kasir itu cekatan. Untung tokonya lagi sepi.
“Mbak, Sri mo nulis ucapannya dulu.” Lalu aku tulis di lembar kertas yang mbak kasir berikan.
Teruntuk abah yang tersayang,
SELAMAT ULANG TAHUN buat abah, semoga panjang umur dan tambah sayang sama Sri. Abah, sepatu ini kado dari Sri dan Icha, kami membelinya patungan tadi. Pak Paimin juga ikut mbantu. Semoga abah senang. Nanti di pake ya, Bah. Apalagi kalau Sri akan menikah nanti, abah harus memakai sepatu ini. Sekali lagi SELAMAT ULANG TAHUN. Sri sangat sayang sama abah.
Dari yang menyayangi abah,
SRI – ICHA
Setelah selesai, kuserahkan kertas itu dan mbak kasir membungkusnya. Lalu kami pulang dengan hati gembira. Aku memeluk Icha dengan erat. Dia memang sahabat terbaikku. Sepanjang perjalanan, aku sudah membayangkan saat abah memakai sepatu itu pasti abah akan menangis.
...
( Thanks for my father, Bapak RISDONO(Alm). Cintamu akan senantiasa memberikan kekuatan dalam kehidupanku, I LOVE SO MUCH ).
»»  Baca Selengkapnya...
Kamis, 23 Oktober 2008 0 komentar By: Lisha

Mudah-mudahan...

Mudah-mudahan smuanya mudah.............
aq gi kepikiran kemaren,kemaren aq mecahin piring dan gelas,,,benernya itu sie biasa,aku sering banget mecahin piring ma gelass hehhehe...dasar teledorr...^_^

Tapi tuh rasanya kuk beda ya,,,nggak ada apa-apa,,dan gak dalam tergesa-gesa..tiba-tiba,piringnya jatuh...pecah...,sbenernya aku bawa piring sama piring kecil,yg piring kecil cuman cacat dikit,yang gede pecah belah jadi dua,,,,hehehe luarr biasa kaget...,yang lebih gak enak lagi,,peerasaanku gak enakk,,bener-bener gak enak,baru kali itu aq mecahin piring dgn hati yg gak beraturan alias deg-deg gan,,,,
Masih lemes rasanya,aku tinggal sholat dulu,walaupun rasanya masih gak enak.abis sholat,eh ada temen yang telpon,alhmdulillah bgt,dia bener-bener menghibur,,,dia emang lutchu sie..hehhehe,slesai di telpon tadi,aku brencana buat nyuci piring,eh..waktu gelassnya di sabun,cuman ke senggol dikitt,eee.....kuk pecah.....!!!yah..nasib..mecahin seperangkat alat dapur :D,yang terpenting sie..mudah-mudahan smuanya baek-baek aja,gak ada apa-apa,dan malah mungkin jadi smakin lebih baek...Amin..

Hari ini......

aq nunggu bis di tempat biasa,masih nunggu,,yang tadi ada sieh,cuman waktu aq ngliat si bis dan pak kondekturnya nongkrong di tempat aku biasa nunggu,aku masih harus berusaha menyeberangkan diri..hehhe,jadi pak sopirrna cuman bisa da..da...

wew,,setelah mencari cela buat nyebrang....akhirnya sampai di tempat tujuan,bukan halte sie...tapi tempat biasa yg buat org-orang nunggu bis,gag da tempat duduknya,klu mau duduk ya..tinggal nyari ja ndiri,tepatnya di bawah pepohonan yang rindang,menurut aku,tempatnya luar biasa enak,kan gak panass.

aku putuskan buat duduk di trotoar,bukan lesehan lho ya,,,tapi pokoknya ada yang agak layak di buat duduk,ya di duduki, masih nunggu bis...banyak yang lewat,tapi jurusan buat aku mana ya???
emang agak susah sie,,,,

eh..ada bis jurusan terboyo menurunkan seorang penumpang,penumpangnya bapak-bapak.Bapak-bapak itu menghampiri aku,setelah,bla..bla..bla..Dia ternyata salah bis,dia harusnya naek yang jurusannya sama kayak aku,
bapak itupun duduk disampingku,hanya kami berdua,ceile,,kekkekek,
bapak itu mulai tanya ini dan itu ,tentang aku,ya..karena yang tanya bapak-bapak sieh,ya aku jawab aja seadanya ,kan harus menghormati yang tua,tapi kuk,,lama2..bapak itu cerita tentang masalah pribadinya,mana pake mau ngikut maen ke tempat kerja aku,berrrr........aku jadi takutt,hihiihihi..
sejak mulai kyk gitu,aku mulai agak membatasi omonganku,bukannya apa2,sie,tapi aku takuutt.
mana dia cerita abiss cerai ma isterinya ...hwalah kuk bisa cerita sampe itu sih pak,pak,malah bikin aku tambah takut.
aq mulai ngeliat bis,jadi kesempatan buat menyingkir hehehe
aq melambaikan tanganku ke bis itu,,
lalu bis itu brenti deh,aku naik ke dalam bis itu,bapak -bapak itu juga naek,,,hehhhe...
tempatnya penuh,tapi kata kondekturnya di depan ada satu,trus di suruh buat duduk di depan,di samping mbak-mbak yang bawa adek kecil,adeknya lutchu bangett..masih TK,
masih dengan perasaan cemas,,sie,aq ja sampe takut buat nengok ke belakang,waduh kuk aku jahat banget ya,su udzon sama bapak itu...
ternyata,,yesss!!! aku sampai di tempat aku kerja,bisna kosong blong ,tinggal aku dan para kondektur...hehe...akhirnya...............................................................................................................

TAMAT

gak da topik,jadi ya curhat adja hehhe....byarpun sangat membingungkan ,lawong ceritanya campur-campur hehehe...^,.^,harap dimaklumi....-_-

»»  Baca Selengkapnya...